Cerpen yang pernah dimuat dimajalah sekolah..
ini kisah yang menyenangkan, tapi tak
selamanya menyenangkan.
Ini kisah yang menyedihkan, tapi sedih
dalam makna kehilangan.
Masih terang di ingatanku, akan kenangan
setahun silam.
*
Teng.. Teng.. Teng !!!
Aku selalu suka bunyi
ini, bunyi yang membuatku bahagia, bunyi yang bisa membuatku bertemu dengan
tiga sahabatku. Tiga sahabat yang terpisah kelas denganku dua tahun terakhir
ini.
“Hai, zee, “ Sapa ku di depan pintu,
seperti biasa selalu dengan senyuman. Zee hanya melirikku sekilas, kemudian
kembali membaca buku yang ada ditangannya.
“Rez, Zee kenapa e? “ tanya ku kemudian
saat sudah memasuki kelas mereka. Aneh, Rezti pun hanya menanggapi dengan
mengangkat bahunya, tidak tahu. Kemudian dia melanjutkan menggambar sesuatu
dibukunya.
Sabar... sekarang tinggal Alea. “Al, ke
kanti yuk ! aku lapeeer, “ Ajakku.
“Nggak liat ya Mi aku lagi sibuk ? “
jawabnya ketus.
“Tapi Al, kamukan cuma nggunting kertas
aja, temenin aku bentar ya.. pleaseeeee, “ aku belum mau menyeraah.
“Nanti nanti keburu masuk. Lagian
ngapain sih kamu kesini? Ajak teman sekelasmu kan bisa ! “ ujarnya lagi dengan
nada sedikit tinggi.
Hhhh. aku berbalik dan
pergi meninggalkan mereka, menuju kekelasku sendiri. Aneh, tak seperti biasanya
mereka begini. Padahal besok hari ulang tahunku. Tunggu dulu, apa mereka sengaja mendiamkan ku untuk memberi sebuah
kejutan ?
Aku segera mengeluarkan selembar kertas
dari laci mejaku. Isinya singkat, menurutku.
“Zee,
Rez, Al kalian kenapa ? kok berubah ?”
Jawabannya pun segera datang.
“Pikir
saja sendiri !”
Hanya tiga kata. Tiga
kata yang membuatku sakit hati. Tapi apa salahku? Akhirnya, sisa hari itu
kujalani tanpa mereka.
*
Aku selalu suka hari
ini. Hari Rabu yang cerah. Hari dimana aku bisa bersama tiga sahabatku, hari
berbahasa inggris. Hari saat aku bisa bersama mereka dikelas yang sama. Hari
ulang tahun ku.
Harusnya hari ini aku
bahagia, tapi bahkan untuk melangkah ke Kelas pun seperti ada sesuatu yang
menahanku. Aku ingin pulang. Saat aku tiba di Kelas bahasaku, aku melihat
mereka bertiga dipojokkan sedang berdiskusi. Dengan enggan, aku menghampiri
mereka. “Aku duduk disebelahmu ya Al ?” tanyaku ragu. “Kursi ini udah ada yang
nempatin, kamu cari aja tempat lain,” jawabnya tanpa sedikitpun menoleh.
Akhirnya aku mengalah.
“Wah, kamu ulang tahun ya Mi? Happy
Birthday yaaaa,” Ujar Dwita yang kebetulan menjadi teman sebangku ku hari ini.
“Emii, Happy Birthday ya !” “Emiii, makan makan lhooo,” “Emiii, panjang umur ya
!” “Emi, selamat ulang tahun !!!” Emi... Emii.. Emiii... entah sudah berapa
orang yang mengucapkan ucapan selamat padaku, entah siapa aku tak begitu
memperhatikan, tapi bukan mereka. Bukan tiga sahabatku. Bukan tiga sahabatku
yang dulu. “Makasih semua,” jawabku singkat dengan senyum dipaksakan. Hanya itu
yang bisa kulakukan.
Bahkan sampai bel
terakhirpun berbunyi mereka masih tetap sama. Mereka masih mendiamkanku, masih
menatapku dengan pandangan sinis. Entah apa salahku. “Emii, ada yang nyari
tuh!!!” teriak Salma dari depan kelas. “Siapa?” tanyaku sambil berjalan kearah
pintu. Ternyata dia Nia, adikku. “Kakak, Happy Birtday yaa... maaf tadi nggak
sempet ngucapin. Ini buat kakak,” ujarnya seraya memberikan sesuatu. “Makasih banget
ya dek,” jawabku, lagi-lagi dengan senyum yang kupaksakan. “Ya udah kak, aku
duluan ya,” katanya kemudian yang aku jawab hanya dengan anggukan.
“Lin, Rey kalian mau kemana?” tanyaku
pada Lina dan Reya yang merupakan teman sekelasku. “Ke Aula. Kenapa Mi ?” ujar
Lina. “Aku bareng ya sampai parkiran sepeda?” pintaku. “Ya udah ayo aja,” ujar
Reya mengiyakan sambil tersenyum.
Baru beberapa langkah
aku hendak ke Parkiran sepeda bersama Lina dan Reya, ada yang berteriak,
“EMIIIIIIIIIIIIIII!!!!!!!!!!! TUNGGUUUUUU!!!!” Tanpa dikomando, aku, Lina, dan
Reya menoleh, heran. “Kita duluan ya Mi,” ujar Reya. Aku mengangguk dan
merekapun pergi. Ternyata yang memanggilku tadi Asti dan Friska. “Kamu mau
kemana?!” tanya Asti dengan sinis. “Pulang,” jawabku singkat. “Enggak, kamu
harus ikut kita!” ujar Friska sambil menarik tanganku mengikuti mereka.
“Kemana?” tanyaku bingung, tapi aku menurut. “Udah nggak usah banyak tanya !
ikut aja kenapa sih?!” protes Asti. Kemudian aku hanya diam.
Mereka membawaku ke depan
sekolah. Ke depan gerbang yang penuh dengan lalu lalang kendaraan. Disana ada
mereka bertiga. Ketiga sahabatku. Setelah sampai, Asti dan Friska
meninggalkanku bersama mereka. Aku merasa aneh. Wajah mereka tak bersahabat
seperti biasanya.
Beberapa saat hening.
“Kamu tau kenapa kita bertiga ngejauhin kamu?” Alea memulai, aku hanya
menggeleng lemah.
“Kamu itu egois, nyebelin, nggak pernah
mau tau. Instropeksi diri dong Mi!!” Ujar Zee yang diikuti anggukan Alea dan
Rezti. Aku hanya menunduk, mataku berkaca-kaca, tapi enggan untuk menangis.
“Sadar dong Mi, kok jadi orang nggak
sadar-sadar sih!” Rezti angkat bicara.
“Maaf,” jawabku lemah.
“Hah?! Cuma maaf kamu bilang? Maaf? Itu
enggak cukup Mi! Ah, udah lah, Capek ngomong sama kamu.” Ujar Alea seraya pergi
meninggalkan Aku, Zee, dan Rezti.
“Alea tunggu!!” teriak Rezti seraya
mengikuti Alea.
Aku juga pergi. Pergi
kearah Alea pergi. Aku ingin pulang. Saat tiba di tikungan jalan, Alea muncul
dari tikungan itu dan mengeluarkan sebuah kado. Seketika itu aku menangis,
terharu. “Surprize!!! Happy Birthday ya Mi... Maaf ini ide ku hehehe,” Ujar
Aleya yang kemudian memelukku. Setelah itu mereka bernyanyi untukku, “Saengil
Chukhahamnida, happy birthday Emi... Happy birthday Emi, Happy Birthday to
you..Yeee.”
“Buka kadonya Mi, buka kadonyaaa!!!!”
ujar Friska yang entah muncul tiba-tiba setelah tadi pergi. Asti juga sudah ada
disana. “Tapi inikan ditengah jalan,” ujarku. “Alaaah, sepi gini kok. Ayo
buka!!!” ujar Asti.
Kado itu besar,
besarnya seukuran kotak pembungkus sepatu. Aku tak sabar segera membukanya. Dan
saat kado itu terbuka, aku hanya bisa ternganga tidak percaya. Kalian tahu
isinya? Isinya batu, daun, kertas sobekan, dan alat tulis yang sudah tak bisa
dipakai lagi. aku menatap mereka semua kebingungan. “Hahahahaha, dicari kadonya
Mi, keselip tuh disitu,” ujar Zee. Dan benar saja, mereka memberiku banyak
barang yang diselipkan diantara sampah-sampah itu. Kejutan yang tak terduga
ditahun terakhirku di SMA. Akhirnya, aku pulang dengan senyuman, senyum di hari
yang selalu kusukai.
*
Daun-daun kamboja itu
berguguran. Saat ini aku tak lagi ada dimasa-masa itu, saat ini bukan senyum
lagi yang bisa aku berikan. Aku hanya
menangis melihat pusara di depanku. Pusara tempat peristirahatan terakhir satu
dari tiga sahabatku, Alea... Beberapa hari yang lalu dia pergi untuk selamanya
karena sakit. Terima kasih sobat untuk kenangan itu, untuk semuanya... Semoga
kau selalu bahagia disana.
Yogyakarta, 29 April 2012 14:59 WIB
0 komentar:
Posting Komentar