Selasa, 21 Mei 2013 - 0 komentar

The Last Surprize From Best Friend



 Cerpen yang pernah dimuat dimajalah sekolah..


ini kisah yang menyenangkan, tapi tak selamanya menyenangkan.
Ini kisah yang menyedihkan, tapi sedih dalam makna kehilangan.
Masih terang di ingatanku, akan kenangan setahun silam.

*

Teng.. Teng.. Teng !!!
Aku selalu suka bunyi ini, bunyi yang membuatku bahagia, bunyi yang bisa membuatku bertemu dengan tiga sahabatku. Tiga sahabat yang terpisah kelas denganku dua tahun terakhir ini.
“Hai, zee, “ Sapa ku di depan pintu, seperti biasa selalu dengan senyuman. Zee hanya melirikku sekilas, kemudian kembali membaca buku yang ada ditangannya.
“Rez, Zee kenapa e? “ tanya ku kemudian saat sudah memasuki kelas mereka. Aneh, Rezti pun hanya menanggapi dengan mengangkat bahunya, tidak tahu. Kemudian dia melanjutkan menggambar sesuatu dibukunya.
Sabar... sekarang tinggal Alea. “Al, ke kanti yuk ! aku lapeeer, “ Ajakku.
“Nggak liat ya Mi aku lagi sibuk ? “ jawabnya ketus.
“Tapi Al, kamukan cuma nggunting kertas aja, temenin aku bentar ya.. pleaseeeee, “ aku belum mau menyeraah.
“Nanti nanti keburu masuk. Lagian ngapain sih kamu kesini? Ajak teman sekelasmu kan bisa ! “ ujarnya lagi dengan nada sedikit tinggi.
Hhhh. aku berbalik dan pergi meninggalkan mereka, menuju kekelasku sendiri. Aneh, tak seperti biasanya mereka begini. Padahal besok hari ulang tahunku. Tunggu dulu, apa mereka sengaja mendiamkan ku untuk memberi sebuah kejutan ?  
Aku segera mengeluarkan selembar kertas dari laci mejaku. Isinya singkat, menurutku.
“Zee, Rez, Al kalian kenapa ? kok berubah ?”
Jawabannya pun segera datang.
“Pikir saja sendiri !”
Hanya tiga kata. Tiga kata yang membuatku sakit hati. Tapi apa salahku? Akhirnya, sisa hari itu kujalani tanpa mereka.

 *

Aku selalu suka hari ini. Hari Rabu yang cerah. Hari dimana aku bisa bersama tiga sahabatku, hari berbahasa inggris. Hari saat aku bisa bersama mereka dikelas yang sama. Hari ulang tahun ku.
Harusnya hari ini aku bahagia, tapi bahkan untuk melangkah ke Kelas pun seperti ada sesuatu yang menahanku. Aku ingin pulang. Saat aku tiba di Kelas bahasaku, aku melihat mereka bertiga dipojokkan sedang berdiskusi. Dengan enggan, aku menghampiri mereka. “Aku duduk disebelahmu ya Al ?” tanyaku ragu. “Kursi ini udah ada yang nempatin, kamu cari aja tempat lain,” jawabnya tanpa sedikitpun menoleh. Akhirnya aku mengalah.
“Wah, kamu ulang tahun ya Mi? Happy Birthday yaaaa,” Ujar Dwita yang kebetulan menjadi teman sebangku ku hari ini. “Emii, Happy Birthday ya !” “Emiii, makan makan lhooo,” “Emiii, panjang umur ya !” “Emi, selamat ulang tahun !!!” Emi... Emii.. Emiii... entah sudah berapa orang yang mengucapkan ucapan selamat padaku, entah siapa aku tak begitu memperhatikan, tapi bukan mereka. Bukan tiga sahabatku. Bukan tiga sahabatku yang dulu. “Makasih semua,” jawabku singkat dengan senyum dipaksakan. Hanya itu yang bisa kulakukan.
Bahkan sampai bel terakhirpun berbunyi mereka masih tetap sama. Mereka masih mendiamkanku, masih menatapku dengan pandangan sinis. Entah apa salahku. “Emii, ada yang nyari tuh!!!” teriak Salma dari depan kelas. “Siapa?” tanyaku sambil berjalan kearah pintu. Ternyata dia Nia, adikku. “Kakak, Happy Birtday yaa... maaf tadi nggak sempet ngucapin. Ini buat kakak,” ujarnya seraya memberikan sesuatu. “Makasih banget ya dek,” jawabku, lagi-lagi dengan senyum yang kupaksakan. “Ya udah kak, aku duluan ya,” katanya kemudian yang aku jawab hanya dengan anggukan.
“Lin, Rey kalian mau kemana?” tanyaku pada Lina dan Reya yang merupakan teman sekelasku. “Ke Aula. Kenapa Mi ?” ujar Lina. “Aku bareng ya sampai parkiran sepeda?” pintaku. “Ya udah ayo aja,” ujar Reya mengiyakan sambil tersenyum.
Baru beberapa langkah aku hendak ke Parkiran sepeda bersama Lina dan Reya, ada yang berteriak, “EMIIIIIIIIIIIIIII!!!!!!!!!!! TUNGGUUUUUU!!!!” Tanpa dikomando, aku, Lina, dan Reya menoleh, heran. “Kita duluan ya Mi,” ujar Reya. Aku mengangguk dan merekapun pergi. Ternyata yang memanggilku tadi Asti dan Friska. “Kamu mau kemana?!” tanya Asti dengan sinis. “Pulang,” jawabku singkat. “Enggak, kamu harus ikut kita!” ujar Friska sambil menarik tanganku mengikuti mereka. “Kemana?” tanyaku bingung, tapi aku menurut. “Udah nggak usah banyak tanya ! ikut aja kenapa sih?!” protes Asti. Kemudian aku hanya diam.
Mereka membawaku ke depan sekolah. Ke depan gerbang yang penuh dengan lalu lalang kendaraan. Disana ada mereka bertiga. Ketiga sahabatku. Setelah sampai, Asti dan Friska meninggalkanku bersama mereka. Aku merasa aneh. Wajah mereka tak bersahabat seperti biasanya.
Beberapa saat hening. “Kamu tau kenapa kita bertiga ngejauhin kamu?” Alea memulai, aku hanya menggeleng lemah.
“Kamu itu egois, nyebelin, nggak pernah mau tau. Instropeksi diri dong Mi!!” Ujar Zee yang diikuti anggukan Alea dan Rezti. Aku hanya menunduk, mataku berkaca-kaca, tapi enggan untuk menangis.
“Sadar dong Mi, kok jadi orang nggak sadar-sadar sih!” Rezti angkat bicara.
“Maaf,” jawabku lemah.
“Hah?! Cuma maaf kamu bilang? Maaf? Itu enggak cukup Mi! Ah, udah lah, Capek ngomong sama kamu.” Ujar Alea seraya pergi meninggalkan Aku, Zee, dan Rezti.
“Alea tunggu!!” teriak Rezti seraya mengikuti Alea.
Aku juga pergi. Pergi kearah Alea pergi. Aku ingin pulang. Saat tiba di tikungan jalan, Alea muncul dari tikungan itu dan mengeluarkan sebuah kado. Seketika itu aku menangis, terharu. “Surprize!!! Happy Birthday ya Mi... Maaf ini ide ku hehehe,” Ujar Aleya yang kemudian memelukku. Setelah itu mereka bernyanyi untukku, “Saengil Chukhahamnida, happy birthday Emi... Happy birthday Emi, Happy Birthday to you..Yeee.”
“Buka kadonya Mi, buka kadonyaaa!!!!” ujar Friska yang entah muncul tiba-tiba setelah tadi pergi. Asti juga sudah ada disana. “Tapi inikan ditengah jalan,” ujarku. “Alaaah, sepi gini kok. Ayo buka!!!” ujar Asti.
Kado itu besar, besarnya seukuran kotak pembungkus sepatu. Aku tak sabar segera membukanya. Dan saat kado itu terbuka, aku hanya bisa ternganga tidak percaya. Kalian tahu isinya? Isinya batu, daun, kertas sobekan, dan alat tulis yang sudah tak bisa dipakai lagi. aku menatap mereka semua kebingungan. “Hahahahaha, dicari kadonya Mi, keselip tuh disitu,” ujar Zee. Dan benar saja, mereka memberiku banyak barang yang diselipkan diantara sampah-sampah itu. Kejutan yang tak terduga ditahun terakhirku di SMA. Akhirnya, aku pulang dengan senyuman, senyum di hari yang selalu kusukai.

*

Daun-daun kamboja itu berguguran. Saat ini aku tak lagi ada dimasa-masa itu, saat ini bukan senyum lagi yang  bisa aku berikan. Aku hanya menangis melihat pusara di depanku. Pusara tempat peristirahatan terakhir satu dari tiga sahabatku, Alea... Beberapa hari yang lalu dia pergi untuk selamanya karena sakit. Terima kasih sobat untuk kenangan itu, untuk semuanya... Semoga kau selalu bahagia disana.   


Yogyakarta, 29 April 2012  14:59 WIB

0 komentar:

Posting Komentar