Minggu, 25 Januari 2015 - 0 komentar

UAS Perdana


          Setiap sekolah atau universitas pasti punya kebijakannya sendiri dalam pelaksanaan Ujian Akhir Semester (UAS). Setiap orang pasti punya ceritanya sendiri dalam menghadapi UAS perdananya. Disini aku ingin menceritakan hal-hal yang aku temui saat UAS perdana di kampusku, atau lebih khususnya di kelasku. Hal pertama yang aku pikirkan saat mengingat tentang UAS perdana: BEDA BANGET SAMA SMA..!! Bukannya ingin membandingkan, hanya saja ini akan menarik (menurut aku) jika dibahas.


  • Jadwal Ujian


          Kalau di SMA, jadwal ujian yang sudah ditentukan tidak bisa diganggu gugat lagi. Meskipun begitu, ada kelonggaran yang berupa ujian susulan untuk yang berhalangan hadir karena alasan yang dapat diterima. Pengalaman di sekolahku dulu, sehari ada dua sampai tiga mata pelajaran yang diujikan, namun untuk hari terakhir pernah juga hanya satu mata pelajaran.

          Berbeda dengan kuliah. Mungkin jurusan lain atau kelas lain punya ceritanya sendiri. Namun, di kelasku jadwal ujian bisa dikatakan fleksibel. Maksud fleksibel di sini bisa sesuai jadwal yang telah ditentukan atau menyesuaikan jadwal dosen. Dalam satu hari, hanya satu mata kuliah yang diujikan. Enak banget ya? Jangan salah, materinya banyak. Selain itu, kadang saat sudah belajar mati-matian, ternyata yang keluar soal penalaran. Akhirnya, kita dipaksa untuk memutar otak lagi dengan modal materi yang sudah dipelajari. Ada salah satu mata kuliah yang materinya mengulang pelajaran SMA. Namun, materi yang diajarkan di kuliah bisa habis dalam satu semester, sedangkan saat SMA dulu membutuhkan waktu dua tahun untuk mempelajari semua itu.


  • Jenis Ujian


          Jenis soal untuk ujian kali ini sebenarnya sama, yaitu soal pilihan ganda dan uraian. Hal yang akan dibahas di sini adalah jenis ujiannya. Ini hanya segelintir kisahku, jadi bisa saja berbeda dengan apa yang dialami orang lain.

          Pertama, ujian tulis. Sebenarnya ini sama saja dengan waktu SMA. Hanya saja soalnya kadang di luar prediksi, karena tidak semua Dosen memberikan kisi-kisi dan bahan acuan yang jelas untuk belajar. Soalnya bisa berupa pilihan ganda atau uraian. Uraian di sini bisa berupa proses yang perlu dijabarkan atau bisa juga studi kasus yang harus dipecahkan.

          Kedua, ujian ‘take home’ atau ujian yang dibawa pulang ke rumah. Ada salah seorang teman dari jurusan lain berkata, “Enak banget ya dibawa pulang, aku juga pengen.” Jangan salah, ujian ini tingkat kesulitannya dua kali lipat. Wajar saja karena kita dibolehkan untuk membuka buku, bertanya, atau bekerja sama, asalkan hasil akhir antara satu dengan yang lain berbeda. Untuk UAS perdana kali ini aku mendapatkan dua mata kuliah yang ujiannya  take home. Salah satu mata kuliah yang diajarkan mengharuskan kita untuk menjelaskan grafik-grafik dari suatu buku berbahasa inggris. Untung Dosennya masih berbaik hati untuk membolehkan menjawab menggunakan bahasa Indonesia. Sedangkan, untuk mata kuliah yang lain aku punya cerita. Jadi, saat itu aku sudah datang buru-buru. Ternyata ujian diundur menjadi jam 12 siang. Akhirnya hanya diberikan tugas untuk dibawa pulang, namun besok pagi sudah harus dikumpulkan. Soalnya bikin pusing. Bagaimana tidak? Tugasnya adalah membuat business plan dilengkapi dengan laporan keuangannya. Untuk menentukan angka sangat sulit sekali. Apalagi jika bisnis yang akan direncanakan itu masih berupa angan-angan.

          Ketiga, ujian online. Ujian kali ini menggunakan fasilitas warnet milik kampus. Dalam waktu yang bersamaan, ada ratusan siswa yang ujian. Sebelum mengerjakan soal, kita diberikan pengarahan dulu untuk membuka soalnya. Soalnya terdiri dari 60 nomor. Namun, banyak kendala yang terjadi saat mengerjakan soal itu. Jaringannya kadang error. Bagaimana tidak? Ada ratusan mahasiswa yang menggunakan server yang sama dalam satu ruangan. Ujiannya santai sekali, bisa disambi makan, minum, atau ngobrol dengan teman sebelah. Namun, hal yang diperbincangkan bukan saling tanya jawaban. Nilai yang di dapat juga tidak begitu memuaskan. Rata-rata banyak yang mendapatkan nilai 6 kebawah. Nilai 7 saja sudah dianggap seperti nilai 9. Maka dari itu, banyak yang merasa biasa saja saat mengetahui nilainya jauh dari ekspektasi.

          Sekilas, itu cerita tentang UAS perdanaku. Mungkin sedikit terlambat untuk membagi kisah ini, namun tidak ada salahnya kan? J See you dipostingan berikutnya. ^_^

0 komentar:

Posting Komentar