Selain mempunyai
julukan sebagai kota pelajar, Jogja juga memiliki segudang tempat rekreasi yang
terkenal oleh keindahan alamnya. Salah satu diantaranya adalah Kebun Buah
Mangunan yang terletak di Desa Mangunan, Kecamatan Dlingo, Bantul, Yogyakarta.
Namun, kebanyakan orang lebih tahu letak kebun buah ini ada di Jalan Imogiri
yang masih merupakan daerah Bantul.
Sabtu, 17 Januari 2015
aku berkesempatan untuk mengunjungi kebun buah ini bersama teman-teman dari
UKMF Al-Fatih. UKMF Al-Fatih ini adalah salah satu unit kegiatan mahasiswa di
Fakultas Ekonomi kampusku yang berhubungan dengan kerohanian Islam. Acara
jalan-jalan kali ini dinamakan ‘Rihlah Akbar’, sekaligus untuk merayakan milad Al-Fatih yang belum lama berlalu.
Perjalanan ke sana dari
kampus memakan waktu yang cukup lama. Selain itu, jalan yang dilalui kadang
mempunyai tikungan yang tajam, tanjakan yang landai dengan kemiringan hampir
seperti tangga, dan turunan yang curam. Untungnya jalanannya cukup sepi. Waktu
itu aku berboncengan dengan kakak kelas menggunakan motor. Jangankan yang
mengemudi di depan, aku yang dibelakang saja sebenarnya sudah ketakutan. Namun,
kalau dipikir-pikir ini seru juga.
Jalanan yang berliku
itu rasanya langsung terbayar lunas dengan suguhan pemandangan alam di sana.
Perjalanan menuju gardu pandang menyuguhkan pemandangan yang bernuansa ‘hijau’.
Di kiri kanan banyak tumbuh pepohonan. Yah, meskipun dari sekian banyak pohon
aku hanya bisa mengenali pohon rambutan dan bunga mawar. Ada juga sebuah kolam
yang cukup luas, tapi airnya berwarna cokelat. Mungkin karena jenis tanahnya
yang tidak memungkinkan airnya berwarna bening.
Sampai di gardu pandang,
aku berfoto bersama teman-teman. Pemandangannya Subahaallah, tidak bisa hanya
dilukiskan dengan kata-kata. Namun, ada sesuatu yang membuatku berpikir. Di
bawah sana ada beberapa rumah dan satu jembatan. Aku bertanya-tanya bagaimana
cara mereka mencapai daerah kota? Padahal kalau dilihat dari gardu pandang,
rumah-rumah itu dikelilingi oleh bukit, gunung, dan jurang yang curam.
Dimana-mana terlihat hijau. Kesannya seperti terisolasi. Di sisi lain, kalau
dilihat lagi, beberapa rumah dekat sekali dengan pinggiran sungai. Hanya
dipisah oleh jalan setapak yang relatif sempit. Jika hujan deras tiba, aku
tidak bisa membayangkan apa yang terjadi.
Ada hal lain yang aku
temukan saat di gardu pandang. Di pagar pembatas ada tulisan ‘Dilarang
Menerobos Pagar’. Saat aku memberitahu temanku, ada yang bilang, “Berarti kalau
loncat boleh,” seketika semuanya membenarkan sambil tertawa. Setelah puas
menikmati pemandangan di gardu pandang dan berfoto, rombongan kami makan siang
di sebuah pendopo. Disaat yang bersamaan, ada sedikit wejangan dari senior.
Selain itu, temanku juga ada yang iseng membuat makhluk dari balon yang
kemudian dia beri nama ‘Owl’ karena
bentuknya mirip burung hantu. Ada juga pembacaan nominasi mbak mentoring.
Namun, dari tiga penghargaan, ada satu yang tidak ikut. Jadi, ada perwakilannya
saat penyerahan hadiah.
Pulang dari sana hujan
turun dengan lebat. Untungnya hujan mulai turun saat rombongan kami sudah
berada di bawah. Jadi, tidak perlu khawatir jalan licin di atas gunung yang
mempunyai tikungan tajam, tanjakan yang landai, dan turunan yang curam.
Alhamdulillah, meskipun begitu hari itu sungguh mengesankan. Ini dia
foto-fotonya…
Luthfi (kiri), Mei (tengah), Aku (Kanan)
Luthfi (Kiri), Aku (Tengah), Deni (Kanan)
Di dekat danau berair coklat
Mawar Putih
Di gardu pandang
Dari kiri: Sifa, Isna, Luthfi, Aku, Firiatik
Selfie dengan tongsis
I.N.I_P.A.G.A.R
Bunga di pinggir jalan
Pakai topeng dulu
Ini Owl :D
Ini Muka Owl :)
Roti dari milad Al-Fatih
0 komentar:
Posting Komentar