Senin, 11 Mei 2015 - 0 komentar

Sepucuk Surat yang Tak Pernah Tersampaikan


Kamu membuat aku mencintainya.

Namun, dia mencintai kamu.

Pada akhirnya aku membiarkan kalian untuk bersama.

Itu semua demi kebahagiaan dia dan kamu.

Aku terpuruk dalam kesendirian.

Menangis dalam hiruk pikuk kembang api di langit.

Menatap dari atap rumah sendirian.

Tapi tak apa, demi orang yang kusayangi.



Kalian bersama, kalian bahagia.

Kamu selalu bercerita tentang dia.

Aku selalu mencoba untuk bahagia.

Aku mencoba melupakan dia.



Waktu memang seperti pedang bermata dua.

Saat dia rela berkorban untuk kamu,

Kamu meninggalkan dia beberapa kali.

Namun, kamu selalu kembali padanya dan dia menerima kamu.

Pada akhirnya, waktu memisahkan kalian.

Memisahkan kalian untuk selamanya.

Kamu dan dia sudah berada di dimensi yang berbeda.

Kamu dan aku pun juga begitu.



Aku bahagia? Aku senang? TIDAK..!

Aku lebih memilih kamu di sini daripada kamu pergi.

Namun, waktumu telah tiba, tak bisa ditawar lagi.

Melihat kamu bersama dia memang menyakitiku,

tapi saat kamu pergi itu lebih menyakitkan bagiku.



Seiring waktu berjalan dia mulai mencintaiku.

Sungguh aku tak menyangka dengan sejuta kekuranganku.

Akankah cinta selalu kembali pada orang yang sama?

Meskipun, sudah berulang kali mencoba berpaling.

Untuk kesekian kalinya aku mencintaiya lagi.

Kita bersama tanpa kamu di sini.



Dia berkata kamu hanyalah masa lalu.

Masa lalu yang tak perlu dikenang terus – menerus karena membuatnya sedih.

Betapa saat kamu pergi dia menangisimu diatas pusaramu.

Dan aku hanya bisa melihatnya tanpa berucap satu kata pun.

Dia berkata begitu karena aku sudah ada di sisinya.

Menguatkannya saat dia rapuh dan tak tahu arah hidup.

Hal itu membuatku berpikir.

Bertanya-tanya dalam hati akan kenyataan.

Akankah nantinya aku akan sepertimu saat aku sudah tak di sisinya?

Ataukah dia akan membenciku?

Atau dia akan mengenangku semumur hidupnya?

Atau justeru melupakanku secepat yang dia bisa?

Aku tak tahu, biar waktu yang menjawabnya.

Kenyataan itu begitu pahit untuk dipertanyakan.



Kadang aku merasa jahat padamu.

Jahat untuk kamu yang sampai detik ini masih kuanggap sahabatku.

Namun, ku coba tepis perasaan itu.

Aku ingin menjaganya.

Untuk kamu dan dan diriku yang mencintainya.

Meskipun kita mencintainya dengan cara yang berbeda.

0 komentar:

Posting Komentar